Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Teh Ayu
● online
Teh Neng
● online
Teh Ayu
● online
Halo, perkenalkan saya Teh Ayu
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Beranda » Blog » Manfaat Produk Fermentasi Tradisional

Manfaat Produk Fermentasi Tradisional

Diposting pada 17 Mei 2024 oleh manggustore / Dilihat: 125 kali / Kategori:

Sungguhpun secara turun-temurun berbagai macam makanan tradisional yang telah ada dan berkembang dalam masyakat serta memberikan kontribusi yang cukup signifikan sebagai penambah keanekaragaman pangan, namun sebagian besar masih dikelola secara industri rumah tangga. Selain itu, kebanyakan dari makanan tradisional ini masih menggunakan bakteri sebagai starternya. Sedangkan yeast yang ditemukan di dalam berbagai pangan tersebut hanya sebagai kontaminan. Dengan demikian yeast belum digunakan secara optimal dalam produksi pangan.

Melihat kepada kemampuan yeast yang sedemikian lengkap pada bahan pangan (pati, protein, lemak, asam organik dan lainnya), maka mikroba ini dapat dimanfaatkan untuk membuat jenis pangan baru ataupun modifikasi dari pangan tradisional yang telah ada. Dengan memanfaatkan yeast secara teknis dan terkendali misalnya temperatur, aktivitas air, pH, kelembaban dan sebagainya, maka dapat diciptakan makanan baru dengan rasa, aroma dan tekstur yang disesuaikan dengan selera dan kehendak masyarakat. Serta, akan menambah kazanah keragaman makanan yang ada. Hal ini merupakan sebagai upaya diversifikasi dalam produk pangan.

Lebih jauh, pembuatan makanan ini akan lebih mudah untuk diusahakan dalam skala industri menengah dan kecil, yang pada akhirnya akan dapat pula meningkatkan pendapatpan masyarakat sebagai produsen makanan tersebut.

Baca Juga:

Probiotik dan Prebiotik

Adanya standar-standar pangan yang berlaku secara Internasional maupun Nasional seperti GMP (Good Manufacturing Practices), HACCP (Hazard Analytical Critical Control Points), SOP (Standard Operating Procedures) dan SNI (Standar Nasional Indonesia) akan
sangat membantu dalam menjamin mutu produk pangan hasil fermentasi dalam bentuk skala industri. Hal ini akan memudahkan pengawasan dari hulu sampai ke hilir. Kontrol akan lebih ketat, rinci dan tercatat. Mutu pangan akan terjamin. Serta, keamanannya dapat
dipertanggungjawabkan pada konsumen.

Di Indonesia sendiri, penggunaan yeast dalam makanan fermentasi tradisional dirasa masih relatif sangat terbatas dan masih dalam bentuk skala rumah tangga. Hal ini dimungkinkan belum banyaknya jenis-jenis yeast lain yang ditemukan dan dibiakkan selain
dari Saccharomyces cerevisiae atau ragi. Pada jenis yeast jenis lain (non-Saccharomyces spp.) belum banyak diketahui dan bahkan dirasa masih sangat sedikit sekali untuk dibiakkan dalam bentuk kultur kering dan bentuk lainnya. Banyaknya jenis-jenis yeast yang belum diteliti dalam bidang pangan, karena produk-produk bioteknologi pangan secara umum dan rekayasa genetika di Indonesia dalam bidang kultur yeast masih belum banyak dilakukan apalagi untuk skala industri.

Fermentasi Pangan Ed. Revisi

Saat ini dikenal beberapa jenis makanan/minuman fungsional atau kesehatan, yang dikenal dengan istilah makanan atau minuman probiotik. Jenis produk ini telah diklaim bermanfaat menjaga kebugaran dan kesehatan bagi yang mengonsumsinya. Secara umum, definisi probiotik adalah kultur (mikrobia) yang disajikan dalam keadaan hidup, jumlahnya banyak (lebih dari satu juta per gram), dan tetap hidup serta stabil dalam ekosistem usus.

Atas batasan itu, kemudian beberapa ahli menegaskan bahwa bakteri yoghurt, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophillus tidaklah termasuk bakteri probiotik karena tidak bisa lolos sebagai rintangan dalam saluran pencernaan (pH lambung 1,7) untuk tetap hidup di usus. Selanjutnya, agar yoghurt tersebut mempunyai efek fungsional bagi kesehatan, harus ditambah dengan probiotik Lactobacillus acidophilus. Dari informasi tersebut, kini seolah makanan dan minuman probiotik yang berkhasiat bagi kesehatan hanyalah yang memiliki kriteria di atas. Definisi inilah yang sekarang telah melekat pada pemahaman khalayak bahwa makanan-minuman probiotik haruslah mengandung banyak sel hidup.

Padahal dalam sejarahnya, istilah probiotik sendiri pertama kali digunakan oleh Lily dan Stillwell pada 1965 untuk menyatakan zat-zat (substances) yang disekresi oleh mikrobia dan mampu menstimulasi pertumbuhan mikrobia lain. Jadi, bukan mikrobia hidup. Meski sesungguhnya di awal abad ke-20, pemenang Nobel yang bernama Elie Metchnikoff telah mengusulkan perlunya dasar pemikiran ilmiah untuk menjelaskan efek menyehatkan dari bakteri yoghurt.

Dalam bukunya The Prolongation of Life tahun 1907, ia menyarankan untuk makan yoghurt karena yoghurt memainkan peranan penting dalam kesehatan. Ia yang akhirnya dikenal sebagai Bapak Probiotik ini juga menghubungkan umur panjang dari para petani Bulgaria dengan kebiasaan mereka mengkonsumsi yoghurt yang mengandung Lactobacillus spp.

Dari sejumlah hasil riset yang telah banyak dilaporkan, konsumsi pangan yang mengandung sel hidup (PSH) diketahui mempunyai beberapa efek yang menyehatkan tubuh, yaitu; dapat mengurangi intoleransi terhadap laktosa atau maldigesti laktosa, mempersingkat
frekuensi dan durasi diare (mencret), menstimulasi modulasi imunitas (kekebalan), meningkatkan aktivitas antitumor dan antimutagenik, dan membantu absorbsi mineral. Ditinjau dari aplikasinya, pangan yang tidak mengandung sel hidup (PSTH) mempunyai
keuntungan ekonomis dibandingkan PSH, yaitu umur simpan produk lebih lama, mengurangi adanya persyaratan untuk menyimpan dingin, dan memudahkan transportasi.

fermentasi pangan

Selain itu, proses pengawetan kultur hidup (probiotik), misalnya dengan liofilisasi atau freeze drying (kering beku) diperlukan biaya tambahan yang tinggi. Dengan demikian, pilihan PSTH dapat dikembangkan secara luas di negara-negara sedang berkembang,
seperti Indonesia, dimana kondisi penanganan secara khusus seperti pendinginan tidak perlu dilakukan. Keuntungan lainnya lagi, PSTH tidak menyebabkan infeksi dan terjadinya transfer resistensi terhadap antibiotik. Justru hal sebaliknya dapat terjadi pada PSH.

Dari uraian di atas, dapat memberikan petunjuk bagi kita bahwa produk makanan fermentasi tradisional di Indonesia yang cukup beraneka ragam bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai makanan dan minuman yang tak kalah dengan pangan probiotik yang telah mengklaim dirinya dapat menyehatkan tubuh. Produk pangan tersebut, misalnya tempe, tape ketan, tape ketela, brem cair, cairan tape ketan (badheg), peuyeum, tauco, dan acar. Cairan tape dan tape ketan diketahui juga mengandung bakteri asam laktat sekitar satu juta per mililiter atau gramnya. Pangan tersebut diyakini dapat memberikan efek menyehatkan.

Keunggulan PSTH yang tak kalah menarik adalah mampu mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Apalagi dari hasil penelitian bidang mikrobiologi Puslit Biologi LIPI dilaporkan sebanyak 47 persen produk kecap mengandung aflatoksin. Konsumsi PSTH ini diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut.

Sumber: Wisnu Cahyadi, Fermentasi Pangan Edisi Kedua, Penerbit Manggu: Bandung

Uji Inderawi dan Sensori Pada Industri Pangan

Tags: ,

Bagikan ke

Manfaat Produk Fermentasi Tradisional

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Manfaat Produk Fermentasi Tradisional

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Periksa
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: