Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Teh Ayu
● online
Teh Neng
● online
Teh Ayu
● online
Halo, perkenalkan saya Teh Ayu
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Beranda » Blog » Peran Aktor Politik dalam Memainkan Anggaran

Peran Aktor Politik dalam Memainkan Anggaran

Diposting pada 27 Mei 2024 oleh manggustore / Dilihat: 355 kali / Kategori: ,

Desember merupakan bulan politik anggaran, begitulah istilah yang seringkali digunakan untuk menggambarkan interaksi aktor politik daerah. Akhir bulan Desember adalah babak akhir dari pertulangan para aktor politik dalam melakukan pertarungan baik itu kepentingan politik, kepentingan ekonomi maupun kepentingan konstituen.

Sejatinya, praktik desentralisasi politik anggaran bukan memperkuat model check and balances antara eksekutif dan legislatif daerah. Namun sebaliknya, menjadi arena perebutan kontestasi kepentingan bagi kedua aktor politik dalam melakukan perumusan kebijakan penganggaran. Maka untuk mempertahankan kepentingannya dalam memperebutkan sumber-sumber anggaran daerah, legislatif seringkali menggunakan dalil-dalil prosedural, efektif dan efisien yang sesuai dengan logika perundang-undangan yang berlaku. Proses tersebut kemudian menjadi praktik-praktik oportunistik aktor politik untuk mencapai kepentingannya sendiri.

Interaksi aktor elit politik daerah pada realitasnya, setiap pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah selalu memunculkan konflik kepentingan antara agen atau aktor karena perilaku penyimpangan yaitu sikap pragmatis untuk menggunakan penganggaran guna menarik simpati konstituen dan memaksimalkan popularitas diri dalam menghadapi demokrasi elektoral nanti. Di aspek lain, pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu tahapan proses yang sangat sulit dan sarat dengan nilai-nilai politis. Apalagi Ruang konsultasi publik bersifat sangat tertutup maka dalam mengalokasikan anggaran untuk kepentingan konstituennya.

Pelaksanaan Desentralisasi ini berimplikasi pada perubahan peta politik daerah yang sangat mendasar, yaitu hubungan relasi elit antara pemerintah daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dalam mengelola sumber daya alam (SDA) atau kekayaan daerah. Tahapan penyusunan dan alokasi sumber daya yang membutuhkan anggaran. Sehingga memunculkan kurang lebih dua paradigma yang mengindikasikan adanya konflik sebagai prinsipil. Dalam hubungannya dengan rakyat, dan pihak legislatif sebagai agen yang membela kepentingan rakyat.

BACA JUGA:

Politik Anggaran dalam Pandangan Zainal Abidin Rengifurwarin

Sedangkan menurut (Abdullah, 2006) bahwa kondisi dan situasi powerfull yang dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar, sehingga membuat eksekutif sulit menolak “rekomendasi” legislatif dalam pengalokasian sumber daya yang memberikan keuntungan kepada legislatif, yang akan menyebabkan outcome anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik.

Dengan demikian, meskipun penganggaran merupakan bagian dari sistem informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen. kenyataannya dalam proses pengalokasian sumber daya selalu muncul konflik. Dugaan adanya misalokasi dalam anggaran karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran.

Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan (Abdullah dan asmara, 2006). Proses pengalokasian dalam anggaran merupakan ruang bagi legislatif atau DPRD untuk memasukkan kepentingan konstituen yang diwakilinya.

Di sisi lain, sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pejabat eksekutif lebih dominan dan memiliki wewenang serta tanggung jawab yang lebih besar dalam menyusun APBD. Eksekutif juga memiliki power yang lebih besar karena memiliki pemahaman terhadap birokrasi dan administrasi, seluruh aturan dan perundang-undangan yang melandasinya serta hubungan langsung dengan masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Florensia, 2009).

Selain lebih dominan dalam proses penyusunan anggaran, pejabat eksekutif juga bertindak sebagai pelaksana anggaran, sehingga memiliki informasi keuangan yang lebih baik dibanding pejabat legislatif. Hal inilah yang memberi peluang kepada penyusun anggaran baik legislatif maupun eksekutif untuk berperilaku oportunistik. Perilaku oportunistik ini merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal kepentingan di antara actors.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahannya dikenal ada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah yang merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintah nasional memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Politik Anggaran

Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga ini di dalamnya terkandung 3 (tiga) hal utama, yaitu: pertama, pemberian tugas dan wewenang untuk menyelesaikan sesuatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua, pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan, mengambil inisiatif, dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaaian tugas tersebut. Ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil keputusan tersebut, mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung maupun melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Setya Retnami, 2000:1).

Penyelenggaran pemerintahan di daerah yaitu terdiri dari Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakat Daerah (DPRD). Di dalam negara kesatuan atau sering juga disebut sebagai negara Unitaris, Unitary adalah negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu) terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh wilayah negara bersangkutan.

Dalam melakukan aktifitas keluar maupun kedalam, diurus oleh satu pemerintahan yang merupakan langkah kesatuan, baik pemerintah pusat maupun daerah (Budi sudjijono, 2003:1). Senada dengan apa yang di sampaikan oleh Abdurrahman (1987:5) bahwa negara kesatuan adalah negara yang mempunyai kemerdekaan dan kedaulatan atas seluruh wilayah atau daerah yang dipegang sepenuhnya oleh satu pemerintah pusat. Sedangkan menurut Sri Soemantri adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonomi bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan tetapi karena masalah itu merupakan hakekat negara kesatuan (Sri Soemantri, 1981:17).

Pola relasi dalam penyelengaraan pemerintahan daerah dan DPRD, kedua organ pemerintahan daerah tersebut mempunyai kedudukan yang sejajar dan menjadi mitra hubungan kerja (Hubungan kewenangan). DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memiliki fungsi pengawasan, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah (Siswanto Sunarno, 2008:67).

Sumber: Wahab Tuanaya dan Marno Wance, Politik Anggaran Dinamika Legislasi, Komunikasi Politik, Perencanaan Anggaran & Proyeksi APBN, Penerbit Manggu: Bandung.

 

 

Tags: , ,

Bagikan ke

Peran Aktor Politik dalam Memainkan Anggaran

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Peran Aktor Politik dalam Memainkan Anggaran

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Periksa
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: